Minggu, 15 Agustus 2010

Spiritual Aktifis

Pengertian Spiritual
Kata spiritual terambil dari kata spirit. Spirit dalam Bahasa Arab biasanya diungkapkan dengan istilah ruh yang berarti jiwa. Ust. Abdullah Nashih Ulwan menamainya dengan istilah ruhaniyah. Maksud dari Ruhaniyah atau spiritual dalam pembahasan kita kali ini adalah kemampuan seorang aktifis untuk menjiwai dan memaknai setiap tindakan yang dia lakukan dalam hidupnya. Seorang aktifis hendaknya memahami untuk apa dia bertindak. Untuk apa dia melaksanakan berbagai macam aktifitas dan mengikuti banyak kegiatan.
Banyak faktor yang mendorong seorang aktifis untuk berkerja. Dia antaranya adalah keinginan untuk mengaktualisasikan diri, atau sekadar mengambil pengalaman dan informasi dari kegiatan yang dia tekuni, atau sekedar mengenal dunia organisasi dan seluk beluknya. Semua faktor ini bukan berarti tidak baik. Namun ada faktor yang lebih besar memberikan motivasi bagi seorang aktifis, yaitu faktor spiritual.  
Urgensi spiritual bagi seorang aktifis
Spiritual bagi seorang aktifis adalah ibarat nyawa bagi tubuh. Bila tubuh tidak bisa hidup tanpa nyawa, maka begitu juga seorang aktifis, dia tidak bisa tampil aktif bila tidak memiliki spiritual yang kuat. Jadi spiritual seorang aktifis banyak menentukan sejauhmana ketahanannya dalam melaksanakan berbagai aktifitas. Bila spiritual seseorang menurun, maka setiap kegiatan yang dia lakukan akan terasa kering dan hampa. Kemudian akan berefek kepada setiap aktifitas yang dia lakukan. Namun bila dia memiliki spiritual yang kuat, maka setiap kegiatan, gerak-gerik, langkah, ayunan tangan, tetesan keringat, dan rasa capek akan memiliki nilai yang sangat mulia dalam hidup.  
Memaknai sebuah aktifitas
Seorang mujahid yang terjun dalam sebuah medan juang harus siap untuk terluka sebagai konsekwansi dari sebuah perjuangan. Begitu juga seorang aktifis. Ketika dia terjun dalam berbagai kegiatan, dia harus siap untuk menerima konsekwensi dari kegiatan tersebut. Diantaranya adalah korban perasaan, capek, korban waktu dan lain sebagainya. Namun bila pengorbanan itu kita maknai dan kita jiwai dengan keikhlasan kepada Allah, maka semuanya akan terasa manis. Dengan menjiwai segala aktifitas yang kita lakukan maka, rasa capek akan memberikan sebuah kenikmatan dan kepuasan yang tidak bisa dihargai dengan materi. Hal ini dijelaskan oleh Allah SWT dalam Kitab-Nya sebagai berikut:
"Tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang-orang Arab Badwi yang berdiam di sekitar mereka, tidak turut menyertai Rasulullah (berperang) dan tidak patut (pula) bagi mereka lebih mencintai diri mereka daripada mencintai diri rasul. yang demikian itu ialah Karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan dan kelaparan pada jalan Allah, dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan sesuatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal saleh. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik" Q. S. Al baqarah: 120
Gesekan-gesekan antar aktifis dalam banyak kegiatan, merupakan suatu hal yang biasa. Mungkin saja gesekan-gesekan itu akan menyebabkan ruhiyah seorang aktifis akan terganggu. Namun bila dia bersabar dan tetap aktif dalam kegiatannya, maka itu lebih baik baginya daripada berdiam diri di rumah. Rasulullah Saw mengingatkan kita dalam sebuah haditsnya sebagai berikut:
“Seorang mukmin yang berbaur dengan manusia dan sabar dengan kejahilan mereka, lebih baik di sisi Allah dari pada seorang mukmin yang tidak berbaur dengan manusia dan tidak sabar dengan kejahilan merka.” (HR. Ahmad, Bukhari dalam adab mufrad, Baihaqi, dan Thabrani). Syu’aib Arnauth berkata: Isnadnya shahih.
Bekal aktifis
Keaktifan seorang muslim dalam kegiatan dakwah, sosial, study, nafkah dan lain-lain membutuhkan sebuah kekuatan dan daya tahan yang kuat dalam diri. Untuk itu dia perlu memilki bekal yang banyak agar mampu memikul beban yang begitu berat. Al qur'an telah mengajarkan kepada kita bahwa bekal yang paling berharga bagi seorang aktifis adalah ketaqwaan. Allah SWT berfirman:
“Berbekallah, dan Sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal.” QS.  Al baqarah: 197
Dalam ayat lain Allah SWT berfirman:
"Hai orang-orang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, kami akan memberikan kepadamu Furqaan dan kami akan jauhkan dirimu dari kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. dan Allah mempunyai karunia yang besar." (Al-anfal: 299)
Dalam ayat ini Allah menegaskan bahwa orang yang bertaqwa akan diberikan furqan oleh Allah SWT  dan dijauhkan dari kesalahan-kesalahan. Furqan adalah sebuah kemampuan untuk membedakan antara yang baik dan yang buruk atau antara yang bermanfaat dan tidak bermanfaat. Tentu hal ini sangat dibutuhkan oleh seorang aktifis yang banyak dihadapkan kepada berbagai permasalahan setiap saat. Dan furqan itu dapat diperoleh melalui taqwa.
Sayyid Qutb dalam tafsirnya mengomentari ayat ini dan berkata:
Inilah (taqwa) dia bekal itu. Dan inilah persiapan untuk mengarungi sebuah perjalanan. Yaitu bekal taqwa yang dapat menghidupkan hati dan membangunkannya.
Pengertian taqwa
Taqwa dalam bahasa Arab terambil dari kata wiqayah yang berarti penjagaan. Secara istilah taqwa berarti memelihara diri dari perbuatan, perkataan, dan sikap yang dapat mengundang kemurkaan dari Allah dan menyebabkannya terjerumus ke dalam api neraka.
Dalam sebuah riwayat Umar Bin Khattab pernah bertanya kepada Ubai Bin Ka’ab tentang makna taqwa. Lalu Ubai bertanya kembali kepada Umar: “pernahkah engkau melewati jalan berduri? Umar menjawab: “pernah.” Ubai bertanya: “Apa yang kamu lakukan.” Umar menjawab: “saya berhati-hati dan bersungguh-sungguh.” Ubai berkata: “Itulah taqwa.”  
Jadi taqwa adalah sifat kehati-hatian dan kesungguhan dalam menapaki jalan kehidupan agar tidak tertusuk oleh duri-duri duniawi yang tersebar di mana-mana. 
Tingkatan taqwa
Taqwa terdiri dari tiga tingkatan:
Pertama, menjaga hati dan anggota badan dari segala yang diharamkan Allah.
Kedua, menjaga hati dan anggota badan dari segalah yang makruh.
Ketiga,  menjaga hati dan anggota badan dari segala yang tidak berguna dan tidak bermanfaat.
Tingkat pertama dapat memberikan kehidupan kepada orang yang melakukannya. Tingkatan kedua dapat memberikan kekuatan dan kesehatan. Dan tingkat ketiga dapat memberikan kesenangan dan kebahagiaan.
Jalan menuju taqwa:
1. Mu'ahadah
Langkah pertama menuju taqwa adalah dengan berjanji kepada Allah SWT untuk bertaqwa. Allah SWT berfirmant:
”Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu Telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat".(An-nahl 91)
Hal ini sering kita lakukan baik dalam shalat  (seperti dalam bacaan Al fatihah), ataupun dalam banyak kesempatan dalam hidup kita. Namun sering kali kita terjebak pada rutinitas. Sehingga perjainjian demi perjanjian yang kita ucapkan kepada Allah tiap siang dan malam berlalu begitu saja seolah-olah kita tidak pernah sadar dengan sikap tersebut. Karena itu seorang aktifis perlu merenung sejenak dengan penuh kekhusyukan berapa banyak janji yang sudah dia ucapkan kepada Allah Swt. Setelah itu dia bersungguh sungguh untuk menyadari janji itu dan berupaya menepatinya sehingga mu’ahadah ini betul betul berangkat dari kesadaran yang paliang dalam dan dengan penuh kesungguhan.
2. Muraqabah
Setelah kita berikrar kepada Allah maka selanjutnya kita merasakan memuraqabah Allah (pantauan dari Allah) kapan dan dimana saja kita berada. Agar mewujudkan janji lebih terjamin, maka perlu ada pantauan. Mungkin kita bisa minta bantuan kepada orang lain dalam memantau diri kita. Apakah itu seorang guru, pembimbing, murabbi, teman dekat, atau masyarakat. Tidak salahnya kita minta bantuan kepada mereka. Namun tidak cukup sekedar mengandalkan orang lain. Karena berapapun banyaknya orang yang memantau kita, tetap saja pantauannya itu terbatas. Banyak hal dalam diri kita yang tidak bisa terakses oleh orang lain. Seperti dalam kondisi sendiri, atau kondisi hati di tengah-tengah keramaian dan lain-lain. Jadi siapa yang akan memberikan panatauan lebih kuat kepada? Pantauan yang paling kuat ada di dalam diri. Yaitu merasakan muraqabatullah (pantauan dari Allah). Rasa inilah yang akan selalu mendampingi kita dan memantau segala gerak-gerik kaki, tangan, mata, telinga, hidung, kulit, bahkan hati kita yang paling dalam. 
Allah. Allah berfirman:
"Yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk sembahyang), Dan (melihat pula) perobahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud.(As-syu'ara 218-219)
3. Muhasabah
Terkadang tidak semua yang direncanakan terlaksana. Mungkin saja terkadang kita lupa, atau lemah. Karena itu kita perlu mengintropeksi diri. Mencari penyebab dan solusi dari segala masalah yang menimpa. Dengan itu kita akan dapat melakukan perbaikan pada masa yang akan dating. Allah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang Telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al- Hasyr: 18)
4. Mu'aqabah
Mu’aqabah adalah sebuah proses pemberian sanksi terhadap suatu kesalahan yang sudah dilakukan dengan tujuan mengurangi terjadinya pengulangan pada kesalahan yang sama. Mu’aqabah bisa berbentuk fisik, dana, atau jiwa. Sanksi yang baik adalah sanksi yang bisa membuat pelaku jera tapi tidak menimbulkan kemudharatan fatal terhadap objek yang diberi sanksi. Kita bisa saja memberikan sanksi kepada diri sendiri sebagaimana yang pernah dilakukan oleh salafu assalih. Umar Bin Khattab pernah menginfakkan kebunnya karena ia sempat menyebabkannya terlalmbat pergi shalat berjama’ah ke mesjid.
5. Mujahadah
Allah Swt berfirman:Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-ankabut: 69).
Penutup
Dalam sebuah hadits hasan, suatu saat Rasulullah shallahu’alaihi wasallam ditanya: perbuatan apakah yang paling banyak memasukkan orang ke dalam sorga? Rasulullah bersabda: “Taqwa dan akhlak yang mulia.” HR. Ibnu Majah dari Abi Hurairah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar